Masjid Cut Meutia : Dari Kantor Arsitek hingga Jadi Rumah Allah

Mungkin selama ini kita mengenal masjid sebagai bagunan yang memiliki kubah sebagai kemuncak. Kubah yang menghiasi masjid bisa berbentuk kubah bawang (seperti Masjid Kubah Mas di Depok) ataupun setengah bola seperti kubah di Masjid Istiqlal. Masjid juga biasanya dilengkapi sebuah menara (minaret) yang berfungsi sebagai media pelantang suara azan. 

Namun, hal ini tidak berlaku bagi Masjid Cut Meutia, sebuah masjid bersejarah yang berlokasi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Sepintas, masjid ini lebih mirip bangunan kantor lawas dengan arsitektur khas Kolonial Belanda ketimbang sebuah rumah ibadah umat Islam.

****

Kunjungan ke Masjid Cut Meutia berawal dari ajakan teman sedari SMP yang saat ini sudah bekerja di salah satu perusahaan alat berat terkemuka di tanah air dengan gaji dua digit, yakni Hendri, untuk belajar motor di kawasan Menteng. Jirrr kok jauh banget belajar motor sampe ke Menteng? Karena eh karena, wilayah Jakarta Timur saat ini krisis jalanan sepi yang cocok buat latihan motor. Akhirnya kawasan Menteng kami pilih karena masih sepi kendaraan dan suasanya yang masih asri.

Setelah puas keliling Menteng sambil belajar motor, gua dan Hendri kemudian melipir ke Masjid Cut Meutia, karena letaknya yang masih di kawasan Menteng. Seperti yang gua tuliskan di atas, masjid yang mengambil nama Pahlawan perempuan dari Nangroe Aceh Darussalam ini tidak memiliki fasad seperti masjid kebanyakan. Lalu, apa yang menyebabkan Masjid Cut Meutia memiliki tampilan fasad yang antimainstream?

Diketahui, sebelum berubah menjadi Rumah Allah, Masjid Cut Meutia merupakan kantor biro arsitek (sekaligus pengembang) NV De Bouwploeg milik Pieter Adriaan Jacobus Moojen. Jacobus merupakan arsitek yang berjasa membangun wilayah Gondangdia di Menteng. Masyarakat kala itu menyebut gedung ini sebagai Gedung Boplo. Biasalah, lidah orang Indonesia suka mensimplifikasi penyebutan nama (apalagi kalau ejaannya susah 𝩀)

Masjid Cut Meutia yang kala itu masih menjadi Kantor Arsitek

Mengutip artikel National Geographic Indonesia yang berjudul “Masjid Cut Meutia, Gedung Belanda yang Jadi Rumah Tuhan”, Masjid ini juga pernah difungsikan sebagai kantor pos milik Belanda, kantor Jawatan Kereta Api Belanda, hingga Kantor Angkatan Laut Jepang.

Setelah masa kemerdekaan Indonesia, masjid yang bisa menampung sekitar 3.000 jamaah (dalam kondisi normal) ini pernah menjadi kantor urusan perumahan, kantor urusan agama, hingga Sekretariat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).

Baca Juga :


Masjid Istiqlal, Wujud Syukur Bangsa Indonesia

Masjid-masjid Unik di Indonesia

Uniknya Masjid Kapal Nabi Nuh di Semarang

Barulah, pada masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, gedung seluas 5.000 meter persegi tersebut dihibahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada 1987, melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor 5184/1987, gedung dengan gaya Art Nouveau ini akhirnya diresmikan menjadi Masjid Cut Meutia. Konversi guna masjid ini pun tidak lepas dari usulan Jenderal Ahmad Haris Nasution. Sebab, sebelum resmi dijadikan masjid, gedung ini hampir diruntuhkan karena dianggap tidak berfungsi. Namun, karena kala itu banyak jamaah khususnya di kawasan Menteng yang beribadah di sini, gedung yang dibangun pada 1922 tersebut akhirnya diusulkan untuk dialihfungksikan sebagai masjid.

Masjid Cut Meutia, tampak luar
Karena masjid ini berstatus sebagai cagar budaya, maka bentuk bangunannya sengaja dipertahankan sesuai bentuk aslinya. Jika kita bandingkan secara kasatmata, maka bangunan ini tidak banyak berubah dari bentuk aslinya. Pada akhirnya, hal ini berpengaruh pada letak kiblat (arah salat) masjid ini. Jika pada umumnya mimbar khatib dibuat lurus dengan arah kiblat, maka di Masjid Cut Meutia, arah kiblatnya agak menyerong ke kanan. Itu karena bangunan masjid memang tidak searah dengan kiblat, mengingat bangunan ini awalnya memang bukan diperuntukkan sebagai Masjid.

Arah kiblat Masjid Cut Meutia yang menyerong ke kanan mimbar
Dari luar, bangunan ini memang tampak bukan seperti masjid pada umumnya. Namun ketika kita sudah masuk, nuansa Islami sangatlah terasa, mulai dari adanya hiasan kaligrafi ayat Alquran hingga kaligrafi lafadz Allah Azza wa Jalla dan Nabi Muhammad SAW. Sirkulasi udara di baitullah berlantai dua ini cukup sejuk karena efek dari atapnya yang membumbung tinggi.

Bagian tengah Masjid Cut Meutia yang tinggi menjulang.
Mirip interior Stasiun Semarang Tawang di Kota Lama gak sih?

Detail bangunan khas Belanda juga masih kentara di masjid ini, mulai dari jendela dan pintu berukuran besar yang berbentuk lengkungan/busur (mirip pintu di Bangunan Lawang Sewu Semarang). Sejumlah pintu dan jendela Masjid Cut Meutia juga dihiasi oleh ornamen kaca patri khas bangunan Eropa. 

Salah satu kaca patri di pintu masuk Masjid Cut Meutia dengan penggalan ayat dari Surah Al Qamar

Selain dihiasi jendela besar, Masjid Cut Meutia juga dilengkapi dengan jendela kaca berbentuk empat persegi panjang yang letaknya berada di dinding langit-lanngit. Jendela ini lah yang berjasa membuat cahaya matahari di Masjid Cut Meutia bisa masuk ke dalam ruangan tengah tanpa perlu penerangan berlebih dari lampu.

Jendela tempat masuk cahaya matahari di dinding langit-langit

Sebelumnya, Masjid Cut Meutia sempat ditutup akibat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada pertengahan September. Namun, masjid ini kembali buka seiring dengan relaksasi PSBB oleh Pemda DKI. Jamaah dan pengunjung yang datang ke masjid ini pun wajib/harus/kudu memakai masker dan menjaga jarak aman di masjid. 

Eksterior Masjid Cut Meutiah dengan jendela khas bangunan Eropa

Jika kalian berkunjung ke Menteng, entah sehabis refreshing di Taman Menteng/Taman Suropati, jogging-jogging santai, atau bahkan buat belajar motor, Masjid Cut Meutia jadi salah satu tempat yang wajib kalian kunjungi. Lokasi masjid ini pun mudah dijangkau. Jika kalian naik KRL, kalian bisa turun di Stasiun Gondangdia dan berjalan kaki kurang lebih 170 meter.

Masjid Cut Meutia dilihat dari Stasiun Gondangdia

Intinya, bagaimana sembahyang itu bisa mendorong seluruh hatimu untuk menolong orang lain. Itulah inti pergi ke masjid, gereja, wihara, kuil, dan sebagainya.

-Sujiwo Tejo

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.