Telusur Kuningan-Ereveld Bagian II : Salib-salib Putih di Ereveld Menteng Pulo


Untuk bagian pertama, bisa dibaca di : Telusur Kuningan-Ereveld Bagian I : Kepingan Sejarah Antara Rasuna Said dan Casablanca.


******

Destinasi terakhir sekaligus puncak dari walking tour edisi kali ini adalah Ereveld Menteng Pulo. Mungkin akhir-akhir ini nama Ereveld Menteng Pulo cukup naik daun di masyarakat setelah Raja dan Ratu Belanda (Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima) datang ke tempat ini pada 10 Maret 2020 lalu. Eits, ternyata sebelum mereka dateng ke sini, gua udah duluan menjejakkan kaki ke sini dong. Sadewa : 1 – 0 : Raja/Ratu Belanda HAHAHAHA.

Sebenarnya, Ereveld Menteng Pulo adalah Ereveld kedua yang pernah gua singgahi. Sebelumnya, gua pernah mampir ke Ereveld Candi saat gua masih kuliah di Semarang, bersama dengan Bersukaria Walking Tour. Tapiiiii mohon maap nih netizen karena kesibukan gua buat nyelesain skripsh*t waktu itu, jadinya postingan tentang Ereveld Candi tak kunjung muncul di blog ini :(. Padahal udah dua tahun lalu dan mau nulis sekarang juga keburu lupa aku tuh…..


Lantas, apa itu Ereveld? Ada apa saja di sana? Ada berapa jumlah Ereveld di tanah air? Apa yang membedakan Ereveld di Menteng Pulo dengan Ereveld lainnya? Tenang, akan saya jelaskan satu per satu.

Gerbang utama Ereveld Menteng Pulo.
Berasa lagi di Eropa, ya?
Ereveld berasal dari bahasa Belanda, yakni ‘ere’ yang berarti honour (penghormatan) dan 'veld' yang berarti field (lahan/tanah). Secara harfiah, Ereveld bermakna tanah untuk penghormatan. Siapa yang dihormati di sini? Tentunya adalah korban tewas dari militer Belanda saat pergolakan sesudah kemerdekaan di rentang tahun 1945-1949. Selain itu, mayoritas orang yang gugur di sini merupakan korban dari kekejaman camp konsentrasi Jepang.

Nah, dari penjelasan singkat di atas, sebenarnya kita sudah memiliki petunjuk bahwa yang dimakamkan di sini bukan hanya orang Belanda saja. Ada juga orang non-Belanda seperti kaum pribumi hingga Tionghoa. Mereka adalah orang-orang Indonesia dan Tionghoa yang direkrut menjadi Koninklijke Nederlands-Indische Leger (KNIL) atau Tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Lalu, darimana kita bisa tahu siapa sosok di balik pusara tersebut? Jawabannya adalah dari nisan yang terpasang. Secara sekilas, nisan-nisan di sini memang didominasi oleh bentuk salib. Namun, jika diperhatikan secara lebih detail, ada juga nisan yang memiliki bentuk berbeda.

Nisan-nisan di Ereveld memberi tanda identitas korban semasa hidup. Salib : laki-laki beragama Kristen. Salib dengan tiga lengkungan : Perempuan beragama Kristen. Nisan dengan kemuncak tiga lengkungan : korban beragama Islam. Salib dengan tameng : pemakaman massal. Nisan dengan sudut setengah lingkaran : penganut Buddha (tridharma). Nisan berbentuk bintang segi enam (bintang Daud) : penganut Yahudi

Hamparan salib-salib putih 

Sebagai informasi, dahulu ada 22 Ereveld yang tersebar di seluruh Indonesia, seperti Banjarmasin, Balikpapan, Palembang, hingga Manado. Namun, sejak tahun 1960 ke-22 Ereveld ini ‘dipindahkan’ dan dikumpulkan di Pulau Jawa. Total nya pun kini hanya menjadi 7 Ereveld. Di mana sajakah itu?

Tujuh Ereveld yang ada di Pulau Jawa antara lain Ereveld Ancol dan Menteng Pulo di Jakarta, Ereveld Kalibanteng dan Candi di Semarang, Ereveld Pandu dan Ereveld Leuwigajah di Kabupaten Bandung, serta Ereveld Kembang Kuning di Surabaya. Ketujuh Ereveld ini berada di bawah naungan Oorloch Gravenstichting/OGS (Yayasan Makam Kehormatan Belanda).

Jika dilihat sekilas, mungkin banyak yang mengira bahwa nisan-nisan di sini terbuat dari kayu. Eits.... jangan salah! Nisan-nisan di Ereveld Menteng Pulo terbuat dari.... beton. Beton gaes. Khan maen. Hal yang sama juga berlaku di Ereveld Candi (dan mungkin Ereveld lainnya), dimana nisan-nisannya terbuat dari beton. Gua gak sempat melihat proses pembuatan nisan di Ereveld Menteng Pulo, tetapi sempat mampir ke tempat pembuatan nisan beton di Ereveld Candi.

Siapa sosok di balik pembangunan Ereveld ini?
Pasti muncul pertanyaan di benak klean, kapan kompleks pemakaman ini dibangun? Apakah usianya sudah ratusan tahun? Jika dibandingkan dengan makam bersejarah di Jakarta seperti Kuburan Kebon Jahe Kober, usia Ereveld Menteng Pulo memang belum ada apa-apanya. Kompleks pemakaman ini boleh dibilang belum tua-tua amat, yakni dibangun pada tahun 1947. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada 8 Desember 1947 oleh Jenderal Simon Hendrik Spoor. Ia adalah panglima tertinggi Tentara Belanda di Indonesia dari tahun 1946 hingga 1949.
Jenderal Simon Hendrik Spoor.

Baca Juga : Mencari Olivia Raffles hingga Soe Hok Gie di Kuburan Kebon Jahe Kober

Spoor meninggal dunia akibat serangan jantung pada 25 Mei 1949. Namun, ada pula desas-desus yang berembus bahwa Spoor meninggal akibat diracun. Spoor akhirnya dimakamkan di kompleks pemakaman buatannya, di Ereveld Menteng Pulo pada 29 Mei 1949. Meski pernah menjabat sebagai panglima tertinggi Tentara Belanda, pusara Spoor sama dengan kuburan-kuburan lainnya, hanya dihiasi dengan nisan salib putih. Jenderal Spoor sepertinya mengamalkan ucapan selama ia hidup : “Mereka berada di sini tanpa (peduli) ras, agama, etnis, pangkat atau jabatan.”

Makam Jenderal Spoor, sama seperti makam di Ereveld, tidak ada nisan atau pertanda yang mencolok. 
Ada sekitar 4.300 makam di kompleks Ereveld Menteng Pulo dan dibagi menjadi 18 blok (vak). Jika kalian berkesempatan mengunjungi Ereveld ini, coba perhatikan tanggal lahir-wafat yang tertera di nisan-nisannya. Kebanyakan dari korban yang dimakamkan di sini meninggal di usia yang cukup belia. Rata-rata berusia 18 sampai 30-an tahun. Mungkin ya, peraturan wajib militer kala itu membuat mereka akhirnya terjun ke medan perang meski dengan kondisi usia yang masih muda.

Selain identitas usia, khusus untuk nisan kuburan massal biasanya ditambahkan informasi tempat/lokasi para korban ketika meregang nyawa.
Jejeran nisan-nisan di Ereveld Menteng Pulo, berisikan Nama, jabatan, tanggal lahir dan wafat.
Namun, ada pula nisan-nisan yang bertuliskan onbekend yang artinya tidak dikenali (unidentified) *ternyata kata 'beken' diserap dari Bahasa Belanda hmmm baru tahu saya*. Jenazah yang dikuburkan di sini biasanya korban perang yang minim identitas, atau ketika ditemukan dalam keadaan *maaf* sudah tidak utuh dan sulit dikenali. 

Makam bagi mereka yang tidak dikenali

Salah satu dari 18 blok di Ereveld Menteng Pulo adalah ‘Blok Penerbang’. Blok ini merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi anggota Angkatan Udara Belanda (Luchtvaartbrigade) yang ditandai dengan sebuah tugu berupa baling-baling yang patah. Di tugu tersebut terdapat sebuah prasasti bertuliskan “Ter nagedachtenis aan onze gevallen kameraden,” yang berarti: “Untuk kawan-kawan kami yang telah jatuh”.

Rumah Abu
Rumah Abu di sini bukan berarti rumahnya si Abu ya (?). Rumah abu di Ereveld Menteng Pulo merujuk pada sebuah bangunan tempat dimana jasad-jasad yang telah dikremasi diletakkan. Bangunan yang selesai dibangun pada 1950 ini bernama Columbarium.

Columbarium, tempat 700-an guci berisi jenazah korban perang yang telah dikremasi. Bangunan ini berbentuk huruf 'L' dan terdapat kolam air mancur di tengahnya.

Selain berbentuk pemakaman, Ereveld Menteng Pulo juga menyimpan 700-an guci yang berisi abu jenazah hasil kremasi. Siapakah mereka? Kenapa mereka dikremasi dan bukan dikubur seperti korban perang lainnya? Tenang, Sadewa yang baik hati ini akan menjelaskan hanya untuk Anda.

Di columbarium ini tersusun rapi guci-guci yang berisi abu jenazah korban perang. Mereka adalah orang-orang Belanda dan Indonesia yang tergabung dalam KNIL. Alkisah, ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia pada 1942, korban-korban ini ditangkap dan dibawa ke Jepang untuk dijadikan budak kerja paksa (romusha). Banyak dari tawanan tersebut yang akhirnya meninggal dunia di sana.

Pasu-pasu berisi abu jenazah korban kekejaman Jepang
Singkat cerita, karena biaya mengirim jenazah utuh kala itu lumayan mahal, akhirnya jenazah dari para korban dikremasi dan diletakkan ke dalam guci (pasu) untuk ‘menghemat’ biaya pemulangan ke tanah air. Total ada 754 guci (pasu) berisi abu jenazah yang telah dikremasi. Sama seperti makam bernisan, masing-masing pasu menampilkan nama, tanggal lahir, dan tanggal wafat si almarhum.
Lorong di Columbarium.
Meski berisi dengan abu-abu jenazah, entah kenapa gua gak merasakan kesan seram dan angker sama sekali. Yang ada justru kesan damai dan asri. 
Rombongan tur kemudian melanjutkan perjalanan ke tengah columbarium ini, tepat di bawah kubah berwarna hijau zamrud yang menghubungkan struktur 'L' bangunan ini. Di sana, pengunjung dapat menemukan sebuah pasu berisi abu jenazah dari seorang serdadu tanpa nama. Di atas pasu ini terdapat relief seorang wanita yang memegang obor di tangan kanan dan di atas kepalanya tertulis “De geest heeft overwonnen” yang berarti “Jiwa yang telah menang”. Di kanan kirinya terdapat kaca patri menggambarkan pria kulit putih dan pria yang memakai blankon dalam posisi saling merangkul. Kaca patri karya C. Stauthamer yang dibuat pada 1949 ini menggambarkan persahabatan Indonesia dengan Belanda.

Pasu, relief wanita, dan ukiran kaca patri yang melambangkan persahabatan Indonesia-Belanda

Di Columbarium ini kita juga bisa menemukan foto Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima, pemimpin tertinggi Kerajaan Belanda. BTW, sepertinya di setiap Ereveld 'wajib' memasang foto mereka berdua. Karena waktu gua berkunjung ke Ereveld Candi, foto mereka berdua juga terpasang di dinding kantor administrasi.
Simultankerk, Simbol Keberagaman
Gereja Simultan (Simultankerk)
Di Ereveld Menteng Pulo, berdiri megah sebuah gereja dengan dominasi warna putih. Gereja ini bernama Gereja Simultan atau Simultankerk (kerk dalam bahasa Belanda artinya gereja). Gereja ini dirancang oleh Letkol H. van Oerle dan awalnya menjadi tempat ritual (misa) sebelum ada jenazah yang dimakamkan. Penamaan ‘Simultan’ pada gereja ini bukanlah tanpa alasan. Simultan, yang berarti ‘bersama-sama’, menyimbolkan bahwa Ereveld Menteng Pulo merupakan tempat peristirahatan terakhir korban perang yang berasal dari beragam identitas suku dan agama.

Hal ini terlihat dari simbol-simbol yang menghiasi menara gereja ini. Menara setinggi 22 meter ini berhiaskan simbol bulan-bintang yang melambangkan Islam, salib yang melambangkan Kristen, bintang daud yang melambangkan Yahudi, dan yin-yang melambangkan Buddhisme. Penasaran apa saja yang ada di dalam gereja ini? Sekali lagi, Sadewa yang baik hati ini akan membawa Anda untuk melihat interior gereja ini.

Baca Juga : Menjadi Saksi Kemegahan Gereja Katedral Jakarta

Seperti halnya gereja pada umumnya, isi dari Gereja Simultan terdiri atas beberapa bangku untuk tempat duduk jemaat. Di bagian altar terdapat sebuah salib corpus dan sebuah meja mimbar. 


Searah jarum jam : pintu masuk Gereja Simultan, altar dengan salib corpus, mimbar, lampu gantung di dalam Gereja Simultan

Salah satu benda 'sakral' di Gereja ini adalah salib kayu berwarna coklat yang terletak di samping kanan altar (bila dilihat dari arah pintu masuk). Salib ini bukanlah salib biasa, kayu salib ini dibuat dari bantalan rel kereta api di Burma (sekarang Myanmar) dan dibuat sebagai penghormatan bagi pekerja yang wafat saat menjalani kerja paksa membuat rel kereta api sepanjang 415 km yang menghubungkan Bangkok (Thailand) dan Yangoon (Myanmar).

Singkat cerita, rel kereta api tersebut dibangun Jepang guna mendukung serangan militer ke Burma dalam Perang Dunia II. Pembangunan jalur kereta api ini melibatkan 180.000 pekerja paksa dari wilayah Asia dan 60.000 tentara Sekutu. Pembanguan rel ini pun memakan korban jiwa yang cukup banyak. 


Tercatat, sekitar 90.000 pekerja Asia dan 16.000 tentara sekutu tewas. Bukan hanya pekerja dari Asia dan tentara sekutu yang tewas. Sebanyak 6.318 pekerja dari Inggris, 2.815 pekerja dari Australia, 2.490 Belanda, 356 Amerika Serikat dan pekerja paksa dari wilayah lainnya juga turut menjadi korban.

Kami cukup beruntung karena diberi kesempatan untuk naik ke menara Gereja Simultan. Dari sini kita bisa melihat Ereveld Menteng Pulo dari ketinggian, yang didominasi hamparan salib-salib putih. 
Rapi banget...

*Note : Salah satu perbedaan Ereveld Menteng Pulo dengan Ereveld Candi adalah, Ereveld Candi tidak memiliki gereja. Akan tetapi di Ereveld Candi berdiri sebuah monumen salib putih raksasa dengan tinggi sekitar 3,5 meter. Di bawahnya tertulis “Voor veiligheid en recht” yang berarti “Untuk keamanan dan keadilan”.
Monumen Salib di Ereveld Candi, Semarang.

Bukan Hanya Makam Belanda
Di Kompleks Ereveld Menteng Pulo juga terdapat pemakaman yang dikelola Komisi Pemakaman Korban Perang Persemakmuran Inggris atau Commonwealth War Graves Cemetery (CWGC). Siapa sajakah yang dikubur di sana? Kebanyakan merupakan personel Angkatan Laut dan Angkatan Darat Inggris. Di antara personel Angkatan Darat ada juga pasukan India dan Pakistan yang direkrut Inggris.

Perbedaan mencolok antara makam Sekutu dengan Makam Belanda adalah bentuk nisannya. Jika makam Belanda memiliki ciri khas nisan beton vertikal dengan warna putih mentereng, makam di sini menggunakan marmer prasasti dengan posisi horizontal. Masing-masing nisan terdapat lambang keagamaan (salib, bintang daud, dan penggalan ayat Alquran) sebagai cara mengidentifikasi identitas almarhum semasa hidup. 
Blok pemakaman Sekutu
Di tempat inilah terbaring tenang Brigadir A.W.S Mallaby. Siapakah gerangan Mallaby? Yang gak tau Mallaby fix kalian suka tidur pas pelajaran sejarah. Mallaby merupakan pimpinan pasukan prajurit Brigade Infantri India 49 Maratha yang bertugas di Surabaya. Pasukan ini adalah tentara sekutu (Inggris) yang juga merekrut warga jajahan mereka dari Asia Selatan (seperti India dan Pakistan).

Singkat cerita, Mallaby tewas dalam peristiwa baku tembak di Surabaya pada 30 Oktober 1945. Nah, kematian Mallaby ini menimbulkan kemarahan bagi Kerajaan Inggris. Inilah yang melatarbelakangi terjadinya salah satu aksi paling heroik sepanjang sejarah tanah air, yakni Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang kelak diperingati sebagai hari pahlawan. Makam Mallaby bisa kalian temukan pada blok makam sekutu.


Ereveld Kini

Dalam setahun terdapat dua kali peringatan yang dilaksanakan di Ereveld Menteng Pulo. Yang pertama adalah peringatan invasi Jerman ke Belanda tanggal 14 Mei, dan yang kedua adalah peringatan berakhirnya Perang Dunia II di Asia tanggal 15 Agustus. Selain itu, Ereveld Menteng Pulo biasanya menjadi tempat wajib bagi tamu kehormatan Belanda. Seperti yang sudah gua tulis sebelumnya, Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima sempat mengunjungi Ereveld ini dalam tugas kenegaraan ke Indonesia bulan Maret 2020 silam. 

Yang Mulia Raja Willem-Alexander dari Belanda dan Ratu Maxima dari Belanda saat berkunjung ke Ereveld Menteng Pulo pada Maret 2020.
 (via : kompas.com). 
Satu hal yang bisa kita pelajari dari pengelola Ereveld (dan juga pemerintah Belanda) adalah fokus dan konsen mereka untuk merawat peninggalan sejarah leluhur dan nenek moyang. Bisa kalian lihat di foto-foto yang gua sajikan di atas, betapa rapi dan bersihnya situs pemakaman ini. Hal ini menandakan bahwa Pemerintah Belanda justru sangat mengamalkan semboyan 'Jas Merah' yang dicetuskan Presiden Soekarno. Kini, Ereveld Menteng Pulo menjadi saksi betapa perang -dengan alasan apapun- pasti menelan korban jiwa dan membawa kepedihan bagi semua pihak. Kita pun patut bersyukur karena hidup di zaman yang sudah bebas dari belenggu penjajahan.

Bagi kalian yang ingin berkunjung ke Ereveld Menteng Pulo, pihak pengelola sangat terbuka bagi siapa saja yang datang. Cukup dengan memencet bel di pintu masuk, penjaga pun akan membukakan pintu masuk bagi pengunjung. Lokasi Ereveld ini juga cukup mudah ditemukan, dekat dengan mall favorit sejuta umat (Red : Mall Kota Kasablanka). Atau jika kalian masih ragu-ragu, kalian bisa gabung bersama Jakarta Good Guide dan mengikuti walking tour rute Kuningan X Ereveld. Terakhir, tentunya kita semua berharap agar wabah Corona (Covid-19) ini cepat selesai agar kita semua bisa kembali beraktivitas seperti biasa (dan bisa jalan-jalan lagi tentunya). Aaamiin...

....tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.
-Soe Hok Gie 

*Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan nama, tempat, maupun peristiwa dalam postingan ini. 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.