Edisi Pulkam : Ziarah ke Masjid Menara Kudus

(Wikipedia)

Setelah dari Air terjun Monthel, kami mampir ke rumah saudara di Desa Besito. Setelah bercengkrama dan bersilaturahmi, kami pun pulang. Di tengah perjalanan tiba-tiba bapak menawarkan gue buat mampir ke Masjid Menara Kudus. Gue pun langsung mengiyakan tawaran itu. Karena jarang-jarang gue bisa mampir ke Masjid yang menjadi ikon kota Kudus ini. Namun, Pakde Gun tidak ikut karena sedang ada urusan. 
Hasil jepretan saya :(
Kami tiba di sana pukul setengah 3 sore. Lagi-lagi, pengunjungnya sangat padat. Bahkan buat parkir saja susah. Sambil menunggu waktu Ashar tiba, gue pun meyempatkan diri untuk berziarah ke makam Kanjeng Sunan Kudus beserta ahli waris dan kerabatnya. Suasana yang penuh sesak tidak menyurutkan semangat gue untuk mencapai Makam Utama, yakni Makam Kanjeng Sunan Kudus.

Peziarah yang hendak berziarah ke Makam
Di sepanjang perjalanan menuju Makam Kanjeng Sunan Kudus, terdapat makam-makam para kerabat dan ahli waris beliau. 

makam kerabat Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang tergabung dalam walisongo, yang lahir pada 9 September 1400M/808 Hijriah. Nama lengkapnya adalah Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan. Sunan Kudus sejatinya bukanlah asli penduduk Kudus, ia lahir dan berasal dari Al-Quds, Palestina. Kemudian bersama kakek, ayah dan kerabatnya berhijrah ke Tanah Jawa. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad SAW. 

Beliau adalah orang yang memprakarsai pembangunan Masjid Menara Kudus. Sunan Kudus memiliki cara tersendiri dalam menyampaikan ajaran Islam di Kudus. Beliau mengakulturasikan kebudayaan Islam dengan kebudayaan Hindu-Buddha yang kala itu merupakan agama mayoritas yang dianut warga Kudus. 



Potret Kanjeng Sunan Kudus
Potret Kanjeng Sunan Kudus

Larangan Menyembelih Sapi
Beliau juga menekankan dakwah dengan toleransi. Beberapa nilai toleransi yang diperlihatkan oleh Sunan Kudus terhadap pengikutnya yakni dengan melarang menyembelih sapi kepada para pengikutnya mengingat sapi (lembu) adalah hewan suci bagi pemeluk agama Hindu. Bukan saja melarang untuk menyembelih, sapi yang notabene halal bagi kaum muslim juga ditempatkan di halaman masjid kala itu. 

Langkah Sunan Kudus tersebut tentu mengundang rasa simpati masyarakat yang waktu itu menganggap sapi sebagai hewan suci. Mereka kemudian berduyun-duyun mendatangi Sunan Kudus untuk bertanya banyak hal lain dari ajaran yang dibawa olehnya. Lama-kelamaan, masyarakat semakin banyak yang mendatangi masjid sekaligus mendengarkan petuah-petuah Sunan Kudus. Islam pun berkembang cepat di Kudus.


Bahkan sampai sekarang, jarang ditemui makanan Kudus yang menggunakan daging Sapi. Mereka pun lebih memilih untuk menyembelih kerbau pada saat Idul Adha daripada menyembelih sapi. Pada tahun 1550, Sunan Kudus meninggal dunia saat menjadi Imam sholat Subuh di Masjid Menara Kudus. Ia meninggal dunia dalam posisi bersujud. Beliau kemudian dimakamkan di lingkungan Masjid Menara Kudus.

Akhirnya, dengan perjuangan yang susah payah, gue berhasil mencapai makam Kanjeng Sunan Kudus. Banyak sekali peziarah yang tampak memanjatkan doa. 

Makam Kanjeng Sunan Kudus
Salah satu peninggalan beliau yang sampai saat ini masih bisa kita lihat adalah Masjid Menara Kudus. Masjid Kudus sendiri memiliki nama asli Masjid Al-Aqsa, karena peletakan batu pertama masjid ini menggunakan batu dari Masjid Al-Aqsa di Palestina. Masjid ini dibangun pada tahun 1549 atau 956 hijriah.  Salah satu keunikan masjid ini terletak di pintu masuk (gapura) nya. Masjid ini memiliki gapura berbentuk Candi Bentar yang sejatinya adalah gapura yang lazim ditemui di bangunan Candi dan pura. 

Masjid Kudus dengan Gapura Candi Bentar
(wikipedia)
Selain di luar masjid, di dalam masjid juga dapat kita temui sebuah gapura yang masyarakat sekitar menyebutnya dengan 'Lawang Kembar'. Konon kabarnya gapura tersebut berasal dari bekas kerajaan Majapahit dahulu. Di komplek Masjid juga terdapat pancuran untuk wudhu yang berjumlah delapan buah. Di atas pancuran itu diletakkan arca. Jumlah delapan pancuran konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni ‘Delapan Jalan Kebenaran’ atau Asta Sanghika Marga.

Lawang Kembar Masjid Kudus

Masih di Areal Masjid Kudus, terdapat sebuah menara yang menyerupai Candi. Sejatinya, itu bukanlah candi melainkan sebuah menara masjid. Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10m x 10m. Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan motif Jawa-Hindu. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. 



Menara Kudus
Seperti candi Hindu pada umumnya, menara Kudus ini terdiri atas tiga bagian, yakni kaki, badan, dan puncak bangunan. Menara ini juga dibangun menggunakan bata merah yang merupakan material yang banyak digunakan untuk membuat Candi pada masa kerajaan Majapahit. 

Saat waktu solat tiba, maka muadzin akan naik ke atas menara, kemudian memukul bedug dan mengumandangkan azan. Gue termasuk beruntung karena bisa melihat bagaimana azan ashar dikumandangkan di Masjid Menara Kudus. 

Setelah menunaikan solat ashar, gue dan bapak kembali ke Rumah Pakde untuk pulang Ke Semarang pada malam harinya. Kunjungan ke kampung halaman kali ini sangat berkesan. Selain berwisata alam, gue juga berwisata religi yang menambah keimanan kepada-Nya. Gua merasa sangat bangga menjadi anak yang lahir dari orang tua yang berasal dari Kudus. Kotanya yang kecil tapi teratur, masyarakatnya yang relijius, alamnya yang menawan, dan kebudayaannya yang menarik untuk diamati. Lain kali, gue akan menjelajahi tempat-tempat menarik di Kudus lainnya. Insyaa Allah....

Islam janganlah dihayati sebagai ideologi alternatif. Ia harus dilihat sebagai hanya salah satu elemen ideologis yang melengkapi bangunan keindonesiaan yang telah terbentuk.

-Abdurrahman Wahid 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.