Menjelajahi Malioboro di Malam Hari


Setelah mengunjungi kantor BP Kedaulatan Rakyat di Sleman dan Sekretariat SKM Bulaksumur UGM, kami berangkat menuju destinasi selanjutnya. Apalagi kalau bukan Jalan Malioboro. Kurang afdol rasanya kalau berkunjung ke Jogja tapi tidak mengunjungi jalan yang ketenarannya sudah mendunia ini. Sebelum menuju Malioboro, kami berganti baju dengan baju bebas. Di saat yang lain ganti baju, tiba-tiba si Eka mengatakan sesuatu yang bikin hati ini sedih :

"Dew.................... gue pengen makan lumpia"


Ya Allah, gimana gak bikin sedih. Udah jauh-jauh ke Jogja tapi malah ngidam makan lumpia :(. Itu mah di Semarang banyak, Ka. Setelah semuanya selesai berganti baju, selanjutnya kami meluncur ke pusat oleh-oleh bakpia Dj*va. Semuanya pada turun dari bus dan beli oleh-oleh, kecuali Gue, Petra, dan Eka. Da kita mah apa atuh, Cuma bisa berharap belas kasihan orang :( Haha.
Pucuk di cinta Ulam pun tiba. Mbak Asti dan Mbak Nisa datang membawa bakpia dan menawarkannya kepada kami. Yeay!! Rejeki emang gak ke mana. Kami lalu mencicipi bakpia yang mereka bawa. Mau tahu apa komentar Chef Eka dan Chef Petra tentang bakpia ini?

Eka      : Lah ini mah banyak di Bude Loding
Petra    : Iya, malah di sana 5000 dapet 10
Gue      : -___-
Ini orang udah dikasih gratisan malah komen -_-

*NB: Bude Loding adalah warung makan yang konon harga makanannya murah sekali. Tapi asal gue ke sana warungnya selalu tutup.

Sejenak kita lupakan Bude Loding. Setelah menunaikan solat magrib, kami menuju Jalan Malioboro. Perjalanan dari pusat oleh-oleh sampai ke Malioboro membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Cukup lama karena supir mencari jalan alternatif untuk menghindari kemacetan. Maklum lah, karena waktu itu sedang malam minggu. Sebuah malam yang sangat ditakuti oleh para Jomblo macam gue (?)

Karena bus besar tidak boleh parkir di Malioboro, maka bus kami parkir di Taman Parkir Ngabean. Akhirnya kami berjalan kaki ke Malioboro, karena kami kira jarak dari Ngabean ke Malioboro itu dekat. Sepanjang perjalanan kami ditawari untuk naik becak oleh para tukang becak. Mereka rata-rata bilang : "Ayo dek, naik Becak. Malioboro masih 3 km lagi". Dalam hati gue : "Ah sa ae lu pak ngibulnya.." Wadefak!!!!. Gak taunya tukang becak tadi bener! Jarak Ngabean ke Malioboro itu 2.5 km!! Jauh banget. Mau naik andong/becak tapi tanggung. Ini mah keburu gempor pas sampe Pasar Kembang. -_- Haha. 

Sebenarnya, gue, Eka, dan Petra berencana buat ‘company visit’ dan 'anjangsana' ke Sarkem. Kalo gak tahu Sarkem mah kebangetan. Masa gak tau sih? Itu loh, Pasar yang menjual kembang. Gakdeng. Kalo Kata Mbak Asti, Sarkem itu tempat menjual Kembang, tapi yang dijual di sana kembang desa. Haha. Sebenarnya Sarkem adalah perusahaan penyedia Jasa loh. Jasa +++ tapinya. Hehe. Karena waktu yang sudah tidak memungkinkan lagi, maka ‘anjangsana’ ke Sarkem kali ini harus ditunda.

Flower Market Street (Tribun Jogja)
Awalnya kami berjalan satu rombongan. Namun gue, Eka, Bella, Dian, Mbak Asti, dan Mbak Silfi ‘terpisah’ dari rombongan. Aje gile mbak Silfi jalannya cepet banget. Kata Mbak Asti jalannya emang harus cepat. Karena kalo jalannya pelan-pelan, waktu buat shopping-shopping di Malioboro jadi sebentar. Benar juga sih. Petra ditungguin lama banget jalannya. Kayak putri Solo. Ternyata dia lebih memilih berjalan bersama ‘pujaan hatinya’ dibanding berjalan bareng gue sama Eka :( Iya emang, cinta itu bisa membutakan segalanya, termasuk pertemanan (?).

Sampailah kami di Jalan Malioboro. Terletak di pusat kota Jogjakarta, jalan ini selalu ramai apalagi ketika malam hari. Emang bener, rame banget jalannya. Selain karena sedang malam minggu, waktu itu juga sedang diadakan even Colour Run dalam rangka menyambut ulang tahun kota Jogjakarta. Di sisi kanan dan kiri Jalan Malioboro dipenuhi oleh pedagang yang menjual oleh-oleh khas Jogja, seperti bakpia, gantungan kunci, gelang, kaos “Jogja”, blangkon, tas/dompet, dan sandal. 

Di sepanjang Jalan Malioboro ini juga sering diadakan pertunjukan oleh seniman lokal Jogja. Selain itu juga terdapat outlet-outlet yang menjual pakaian. Arghhh gilzz baju-baju di sini murah banget. Gak bohong. Kalau mau cari baju/kemeja/jaket/celana/rok di bawah harga 100 ribu tapi dengan kualitas yang baik gue rasa Jogja adalah tempat yang tepat.

Jalan Malioboro yang ramai pada
malam hari
Gue dan Eka lalu berkeliling lagi untuk membeli kaos khas “Jogja”. Harga yang ditawarkan pun beragam, mulai dari 15-35 ribu. Mengingat duit yang sudah ‘cekak’, maka gue membeli kaos yang seharga 15 ribu. Penawaran sengit sempat terjadi antara gue dan ibu-ibu penjual kaos. Soalnya Ibu gue udah pesan kalau beli sesuatu di Malioboro itu harus ditawar. Pertama gue tawar kaosnya dengan harga 25 ribu dua kaos. Tetapi si Ibu dengan sigap mengeluarkan jurus mautnya. “Gak bisa mas, udah pas”. Gue gak mau kalah. Akhirnya gue tawar 27 ribu dua kaos. Tetapi si Ibu tetap mengeluarkan jurus mautnya. PENAWARAN TERAKHIR !! 28 ribu dua kaos !! *lah beda seribu doang -_-. 

Tetapi si Ibu tetap saja mengeluarkan jurus mautnya. Akhirnya gue pun mengeluarkan jurus maut gue : "Yelah bu, di Jakarta aja cuman 10 ribu satu nya. Masa di sini 15 ribu? Di Monas Mah 10ribu satu kaos" (padahal gue ga pernah beli kaos di Monas). 
Eeh dasar emak-emak ye, si Ibunya malah bilang : "Yaudah gini deh, 50 ribu dua kaos, jadi ibu bisa ke Jakarta terus mampir ke Monas buat beli baju itu huahahaah" *ketawa jahat*

Susah emang menawar barang apalagi yang jual emak-emak. Yaudahlah. Mereka juga cari untung. Akhirnya gue beli baju itu dengan harga 15 ribu satu nya. Berdua sama Eka jadinya 30 ribu dua kaos. Setelah belanja, kami mampir ke Angkringan Margo Mulyo yang letaknya berseberangan dengan TKP kami membeli kaos tadi. Ternyata di sana sudah ada teman-teman yang sedang makan.

Setelah mengisi perut (padahal gue Cuma beli es teh), kami pun menuju bus. Mbak Asti bilang kalo maksimal harus udah sampai di bus jam setengah 9 malam. Lah ini udah jam setengah 9 wkwk. Tadinya mau naik Andong, tapi mahal. Mau naik becak, tapi mahal uga. Yaudah deh jalan kaki maning. Tadinya kami jalan kaki semua, eh satu per satu mulai berguguran dan memilih naik becak dan andong. Hfftt… akhirnya yang jalan kaki tersisa Gue, Eka, dan Petra.

Kami sampai di bus pukul 9 malam. Eh ada aja masalah. Mas Adrianto ‘hilang’. Akhirnya nunggu dia deh. Pas mas Adrianto udah ketemu, sekarang giliran mas Adit yang 'hilang'. Weleh weleh. Akhirnya setelah semuanya berkumpul, kami berangkat pulang menuju Kota Semarang tercinta Pukul 10 malam. Si Petra yang kelihatan paling terkulai lemas di antara kami bertiga. Mungkin waktu dia terpisah dari gue dan Eka, dia ‘Anjangsana’ sendirian ke Sarkem kali ya HAHA

Yak, demikianlah pengalaman gue saat Company Visit, Anjangsana, dan jalan-jalan ke Jogjakarta. Jogja selalu memberi ruang tersendiri di hati orang-orang yang mengunjunginya. Memang benar kata orang-orang, mengunjungi Jogja itu tidak cukup hanya sekali. Tunggu aku Jogja, aku akan berkunjung kembali. Jogja, memang Istimewa.

Wajib ditonton nih, Wonderful Indonesia - Jogjakarta. Here's Mythologies becomes Principle.




1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.