Menaklukkan Ungaran : Berburu Sunrise


Sabtu (04/04/2015), Pukul 13.00, gue terbangun dari tidur siang. Pas ngecek HP, ada line dari si Eka. Isinya : ‘’Nanti mau ikut ga lu ? ”

Hmmm… ternyata si Eka belum nyerah buat ngajak gue naik ke Gunung Ungaran setelah berkali-kali bilang kalo gue ga mau ikut. Saat itu gue bingung, antara mau ikut atau nggak. Di satu sisi gue pengen ikut, karena seumur hidup belum pernah sama sekali naik gunung.

Tapi di sisi lain, gue takut buat naik gunung, takut ilang kayak yang diberitain di TV wkwk. Selain itu, ibu gue juga pesen kalo bisa selama di Semarang jangan naik gunung. Akhirnya, gue minta izin sama Ibu gue.

Gue     : Bu, Dewa boleh naik gunung ga?
Ibu       : emangnya mas Dewa pengen naik gunung?
Gue     : Iya, buat cari pengalaman aja
Ibu       : emang tinggi gunungnya berapa ?
Gue     : pendek kok, CUMA 300 meter
Ibu       : Oooh. Itumah pendek. Yaudah gak papa naik aja. Asal di sana jangan pegang yang macem-macem  
Gue     : (*dalem hati* emangnya di gunung gue mau megang apaan -__-)
             Iyaa
Ibu       : Yaudah hati-hati ya


Gunung Ungaran
Entah dapat ilham dari mana gue bilang kalo gunung Ungaran tingginya Cuma 300 meter. Gue yang penasaran, akhirnya cari informasi tentang Gunung Ungaran di Wikipedia. Ebuseet, gak taunya tingginya 2050 METER! Wakakak. Jauh lebih tinggi dari perkiraaan gue. Ternyata gue salah ngomong sama ibu haha. Ga papa lah ya. Masalah izin udah beres, akhirnya gue berangkat menuju Ungaran bersama teman-teman gue yakni Maulana Eka Putra (Eka), Samuel Petra (Petra), Rismanto Irawan (Aris), Nurdiono (Ono), Adrian Martadinata (Marta), dan Alfyan Widiantoro (Fyan). Kami berangkat dari Tembalang menuju Ungaran pukul 18.30, pastinya setelah menunaikan solat magrib doong.

Sekadar Informasi, Ungaran adalah sebuah gunung berapi nonaktif yang terletak di Kabupaten Semarang. Gunung ini terletak di sebelah selatan-barat daya Kota Semarang. Di Kaki Gunung ini terdapat kota Ungaran – yang terkenal dengan tahu baksonya- yang merupakan ibukota Kabupaten Semarang. Gunung ini memiliki ketinggian 2050 meter di atas permukaan laut (bukan 300 mdpl ya HAHA).

Baca Juga ; Curug Lawe, Definisi 'Surga Tersembunyi' yang Sesungguhnya

Gunung Ungaran dilihat dari Gedung ICT Universitas Diponegoro
Kami berangkat menuju Basecamp Mawar, yaitu salah satu titik untuk memulai pendakian. Tapi ada aja cobaan, motornya si Aris tiba-tiba mogok trus nggak bisa dinyalain. Akhirnya kami dorong ganti-gantian deh. Jarak dari lokasi motor mogok sampai basecamp Mawar kira-kira sejauh 150 meter. Kalo jalanannya datar sih gak papa, lah ini menanjak :(. Di tengah jalan, kami sudah mulai putus asa. Mulai ada pikiran buat membatalkan pendakian dan kembali pulang ke Tembalang karena udah capek gegara ngedorong motor yang mogok. Namun, dengan semangat dan tekad yang bulat, kami pun berhasil menuju Basecamp Mawar :“)

Kami tiba di base camp Mawar pukul 9 malam. Sebelum mendaki, kami membayar tiket masuk pendakian sebesar Rp.3000, dan jika membawa motor dikenakan biaya penitipan sebesar Rp.3000. Waw, lumayan murah ya. Sebagai umat muslim yang baik, kami (kecuali Petra)  solat Isya terlebih dahulu, untuk memohon Ridho dari Yang Maha Kuasa agar pendakian ini berjalan lancar *azeek

Pendakian pun dimulai pukul 21.30, ditemani oleh langit yang cerah dan berbintang.
Awalnya, perjalanan kami berjalan lancar, sampai tiba-tiba :

“ADUUUUUUH”

Ternyata kaki si Alfyan kram, ga bisa digerakin sama sekali. Dan diantara kami ga ada yang bawa balsam/koyo atau sejenisnya. Maklum, masih pemula, ga ada persiapan. Saat itu Alfyan bener-bener gak bisa melanjutkan perjalanan. Boro-boro jalan, berdiri aja ga bisa. Lalu muncullah pikiran buat balik ke Tembalang (lagi). Namun dengan tangan 'ajaib' Ono, kaki Alfyan berangsur-angsur pulih setelah diurut olehnya. Hufttt…Syukurlah. Kami pun meminta koyo kepada pendaki lain yang kebetulan lewat. This is the power of gak modal wkwk. Setelah kaki Alfyan pulih, kami melanjutkan perjalanan.

Jalur pendakian pada awalnya belum terlalu curam. Masih landai laaa. Dalam hati gue berbisik; ”Yahelah, kalo jalurnya begini sih gue ga bakal capek”. Tapi kok lama-lama jalurnya menanjak ya, udah gitu berbatu lagi. Yah, akhirnya setiap 10 meter, kami istirahat dan minum. Amatir sekali. Untung saja waktu itu cuacanya sedang cerah berbintang. Semakin tinggi mendaki, semakin indah pemandangannya. Dapat terlihat gemerlapnya kota Semarang di malam hari. Sungguh Indah.

Sekitar pukul 23.30, kami tiba di Kebun Kopi. Di sini hawanya sudah mulai terasa menusuk tulang. Dan yang lebih menakutkan lagi, kilat-kilat tak henti-hentinya menyambar. Sumpah bikin takut. Rintik-rintik air hujan pun mulai turun. Awalnya cuma gerimis, namun lama kelamaan semakin deras. Pukul 24.15 tengah malam, kami beristirahat di pos pemberhentian terakhir, yakni Pos Bukaan. Ternyata banyak para pendaki yang beristirahat di sini. Selain karena tempat ini adalah pos pemberhentian terakhir, hujan yang semakin deras juga memaksa kami harus beristirahat sejenak. Rasa lapar mulai menghantui kami. Terakhir kami Cuma makan bakso gocengan di basecamp Mawar. Itu juga sekitar 5 jam yang lalu. Stok minuman pun semakin menipis. Nahloh. Di Pos Bukaan ini, kami beristirahat sampai pukul 01.00.

Baca Juga : Mengejar Surya di Gunung Brahma

Setelah hujan agak reda, kami melanjutkan perjalanan. Medan pendakian pun semakin terjal,. Licin, dan berbatu. Beberapa kali gue sempet jatuh. Dari ganti pake sendal sampe naplak, tetep aja jatuh mulu :( . Licin bener dah. Hujan pun kembali turun, angin juga semakin kencang berhembus. Kabut semakin tebal menyelimuti. Sampai-sampai puncak gunung Ungaran tertutup total oleh kabut.

Rasanya udah ga sanggup lagi buat melanjutkan perjalanan. Yang bikin gak kuat itu dinginnya broooo masyaAllah udah kayak di Himalaya *lebay sih haha*. Kami pun beristirahat lagi, ada juga yang tidur. Kali ini cukup lama. Muncul pikiran agar tidak melanjutkan perjalanan sampai puncak. Iya sih, waktu itu gue bener-bener udah gak kuat. Dingin, basah, capek, lapar, kangen rumah (?). Namun dengan ambisi Ono yang sangat ingin menaklukkan Ungaran, kami pun kembali bersemangat. Yeaaah! Sudah basah, kepalang tanggung! Perjalalanan kami lanjutkan.

Sekitar pukul 04.00 kami tiba di tempat para pendaki menunggu matahari terbit. Jejeran tenda-tenda dengan berbagai ukuran dan warna menghiasi tempat ini. Gue? Boro-boro tenda. Terpal pun gak ada. Di sini dinginnya lebih menggila lagi. Dua kali lipat dari tempat yang tadi. Demi apaapun dingin banget. Sampe-sampe kalo gue ngomong, mulut gue bisa mengeluarkan asap ! kayak di luar negeri gitu deeh wkwk. Gue sangka gue bakalan ‘lewat’ gara-gara hipotermia. Yah siap-siap aja masuk berita “Seorang Mahasiswa UNDIP Mati Kedinginan di Gunung Ungaran”. Yallah gue Lebay banget.

Sudah jam 5 pagi, tapi kok sunrise-nya gak muncul-muncul. Waduh. Yang ada malah kabut yang semakin tebal. Yah masa udah jauh-jauh ke Ungaran, malah gak bisa lihat sunrise. Agak pesimis juga sih waktu itu. Jangan-jangan turun hujan terus sunrise-nya gak keliatan. Ternyata tidak lama setelah itu……...
detik-detik menjelang matahari terbit



Sang Surya mulai menampakkan dirinya di ufuk timur! Wow ! Maha Besar Allah…… :‘) Indah buangeetttt !! Gak boong. Gue sangka Cuma segini doang keindahannya, ternyata masih ada lagi!!

Tiba-tiba muncullah gerombolan awan pagi yang tertiup angin gunung. Indah sekali. Seperti negeri di atas awan:”). Ternyata perjuangan kami gak sia-sia. Capek, basah, lapar, haus, jatuh, bangun, terbayarkan sudah dengan pemandangan seindah ini.


negeri di atas awan
Jangan lupa, foto-foto duluuu hehe


foto pertamaku di puncak gunung :")


gak ada gue, soalnya gue yang fotoin -_-
Karena keasyikan jepret sana jepret sini, foto sana foto sini, pas lihat jam ternyata udah jam setengah tujuh pagi. Wadefak!!! Kita lupa solat subuh! Wkwk. Padahal salah satu tujuan gue ke sini tuh buat merasakan keagungan Tuhan, eh malah lupa solat. Maafkan kami Ya Allah:(

Setelah puas melihat sunrise dan berfoto ria, kami melanjutkan perjalanan ke puncak Ungaran. Medannya semakin terjal. Tapi dingginya udah agak berkurang, kan udah ada matahari pagi. Nah di perjalanan menuju puncak ini, giliran gue yang kena sial. Paha gue tiba-tiba kram. Tapi untunglah Cuma sebentar. Daaaaaaan setelah melewati perjalanan panjang dan rintangan yang menghadang…

Tadaaa ! tibalah kami di puncak Ungaran ! 2050 meter berhasil kami taklukkan. Thanks God. Alhamdulillah. Di puncak Ungaran ini terdapat sebuah tugu yang menandakan puncak Ungaran. Di puncak ini juga kita dapat melihat Gunung Terlomoyo dari kejauhan. 

gunung Terlomoyo dari kejauhan
Tugu 2050mdpl Puncak Ungaran
Eits, jangan lupa, foto duluuu!



Dari kiri ke kanan: Alfyan, Gue, Ono, Marta, Petra, Eka, Aris
Ternyata ‘muncak’ gunung itu sangat menyenangkan. Banyak yang gue pelajari dari pendakian ini. Saling tolong menolong dan melindungi antarsesama. Rasa persaudaraan juga sangat kental terasa. Dan yang terpenting, sesungguhnya keindahan sebuah gunung itu bukan terletak di kakinya, tetapi terletak di puncaknya. Dan dari pendakian ini pun gue berhasil menciptakan sebuah kutipan (semoga aja orisinil hehe)
Tingginya sebuah gunung bukanlah untuk diukur, melainkan untuk DITAKLUKKAN (Tentunya dengan izin Tuhan)”


From Ungaran, With Love

1 komentar:

  1. "Tingginya sebuah gunung bukanlah untuk diukur, melainkan untuk DITAKLUKKAN”

    ketinggian bkn unt d taklukan kalau boleh ralat kesane kegagah2 an dan kesombongan yg muncul
    yg d taklukan hanyalah dirisendiri
    maaf numpang lewat lho Ħèëé=D˚•‧::‧•‎ ​‎​‎​˚ћèé=D˚•‧::‧•‎​‎​‎​˚Ħè pis

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.